Pikirkanseseorang yang mengabaikan Anda atau orang yang mengkritik Anda. Atau mungkin orang yang tidak Anda sukai. Mungkin seseorang yang membuat Anda kesal atau menginginkan lebih dari Anda daripada yang ingin Anda berikan. Hari ini Yesus memiliki pesan tandingan untuk dunia kita: perlakukan orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan. AnNisa: 139) Ibnu Katsir berkata: “Lalu Allah Ta’ala menyemat sebuah sifat kepada orang-orang munafik yaitu lebih memilih menjadikan orang kafir sebagai auliyaa daripada orang mu’min. Artinya, pada hakikat orang-orang munafik itu pro terhadap orang kafir, mereka diam-diam loyal dan cinta kepada orang kafir. Ketika tidak ada orang mu Terimalahkenyataan bahwa setiap orang boleh memiliki keyakinan, iman, kecintaan, atau pendapat yang berbeda. Terapkan etos kehidupan yang menjunjung tinggi harga diri dan sikap saling menghargai dengan meyakini kebenaran universal yang disebut Aturan Emas: “perlakukan orang lain sebagaimana ia ingin diperlakukan”. SifatTercela. 1. Ananiyah (Egois) Ananiyah atau egois merupakan sifat mementingkan diri sendiri dan tidak peduli kepada orang lain. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits, “Barangsiapa yang tidak mau memikirkan urusan sesama orang Islam maka bukan termasuk golongan mereka”. (Al-Hadits) Komunikasiislami 1. Psikologi Komunikasi Pertemuan ke 5 2. Landasan berkomunikasi dalam Islam ,” Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menjadikan kamu sekalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal, sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu sekalian Berdiri di atas prinsip "perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan," mesti dijalani dengan serius. Ingat! Nggak semua orang memperlakukan kamu sebagaimana kamu ingin diperlakukan.” NOMjV. Pertanyaan Jawaban "Perlakukan orang lain sama seperti Anda ingin diperlakukan," yang dikenal sebagai Peraturan Emas, adalah prinsip yang alkitabiah. Lukas 631 merekam ajaran Yesus, "Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka." Pernyataan ini berada dalam konteks ajaran Yesus tentang cara mengasihi para musuh kita. Yesus menggunakan teori konvensional quid pro quo yang memperlakukan orang lain sebagaimana kita diperlakukan dan membaliknya baca Matius 538-45. Dengan dibalik, maka kita tidak membalas orang lain sepantasnya atau memperlakukan mereka sesuai kelakuan mereka, melainkan kita memperlakukan mereka sama seperti yang kita harapkan dari mereka. Di dalam Matius 712 Yesus berkata, "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." Dengan demikian Peraturan Emas itu di sepanjang masa menjadi bagian pokok dari pesan Alkitab. Di bagian lain di kitab Matius, ketika ditanya tentang perintah teragung, Yesus menjawab, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi" Matius 2237-40. Pada malam Yesus ditangkap, Ia berkata pada para murid-Nya, "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi" Yohanes 1334-35. Kasih Yesus bagi kita begitu sempurna, tidak berubah, dan berkorban diri. Kapasitas kita dalam mengasihi orang lain sesuai perintah Yesus diperbesar melalui pengalaman kita menerima kasih–Nya dan dimampukan oleh kuasa Roh Kudus. Salah satu cara mudah untuk mengasihi orang lain adalah membayangkan bahwa kita adalah mereka. Ketika kita berhenti sejenak dan mempertimbangkan cara kita ingin diperlakukan dalam situasi tersebut, kita dapat membangun rasa empati terhadap mereka yang situasinya memang demikian. Maukah kita dikasihi dan dihormati? Maka kita harus mengasihi dan menghormati orang lain. English Kembali ke halaman utama dalam Bahasa Indonesia Apakah pernyataan 'perlakukanlah orang lain seperti Anda ingin diperlakukan' alkitabiah? Ilustrasi mendukung teman. Foto Shutter StockAda kesalahan fatal selama ini di masyarakat yaitu semboyan "perlakukan orang lain sebagaimana kita mau diperlakukan". Yang harus kita sadari adalah kita dan orang lain itu individu yang berbeda yang punya pandangan dan keyakinan yang berbeda pula. Semboyan itu, menurut saya adalah semboyan yang sudah banyak makan korban. Korban jiwa maupun korban perasaan. Mengapa demikian? Contoh kasus, kita misalnya dalam kondisi hujan, tidak suka basah-basahan walaupun hanya terkena gerimis. Teman kita menganggap gerimis sebagai hal kecil yang biasa diterobosnya dalam kondisi apapun. Ketika teman kita meyakinkan dan mencoba memaksakan bahwa gerimis bukan hal yang harus dibesar-besarkan, di sinilah kita merasa tidak enak dan dipaksa untuk mengikuti gaya hidup orang lain. Sejak 2023 ini, saya sudah mengganti semboyan tersebut dengan "perlakukan orang lain sebagaimana dia mau diperlakukan". Semboyan itu lebih manusiawi dan humanis. Saya sudah lebih kalem dengan semua yang terjadi. Apa saja yang diinginkan orang yang interaksi dengan saya, saya akan mengikuti apa yang diinginkannya tentu saja sepanjang tidak mengganggu kepentingan saya. Yang saya maksudkan adalah keinginan orang, bagaimana dia mau diperlakukan. Hidup adalah seni bernegosiasi dengan orang lain. Sebab, sejatinya kita memang hidup di antara manusia-manusia lain sebagai pelengkap hidup kita. Saya mencoba untuk tidak lagi memandang sesuatu dari sisi-sisi yang hanya memakai perasaan. Logika harus lebih diutamakan. Kita dan manusia lain bukanlah sesuatu yang harus terhubung secara terus-terusan. Mereka punya kepentingan masing-masing yang punya masa kedaluwarsa dan terimalah bahwa manusia datang dan pergi sesuai dengan tingkat kebutuhan. Kita tidak boleh menafikan hal itu. Dalam dunia psikologi, orang tidak suka dipaksa. Maka dengarkan sekelilingmu dengan baik. Kalau ada yang tidak suka dengan model perlakuanmu ke orang karena standar yang kamu pakai adalah standar dirimu segera di era digital, semua lingkar komunikasi kita rasa-rasanya hanya ada dalam genggaman. Saya sudah lebih menitikberatkan perhatian terhadap hal-hal krusial dalam hidup. Teman kerja atau kolega saat ini mengambil porsi yang banyak dalam hidup keseharian saya. Dengan merekalah saya membina sikap baik dan team work yang saling peduli. Sepuluh jam kurang lebih sehari saya menghabiskan waktu dengan mereka. Berusaha menjadikan gadget hanya untuk sarana mencari informasi-informasi penting. Tidak lagi membalas chat pakai hati namun, sudah pakai jari sehingga enteng saja rasanya kalau ada yang tidak baca japri sampai berminggu-minggu. Toh yang rugi bukan saya, karena saya menyampaikan info yang penting. Untuk yang masih suka berselisih paham dengan orang lain, mungkin mindset-mu harus segera diubah. Buang jauh-jauh semboyan "perlakukan orang lain sebagaimana kamu mau diperlakukan". Hal itu yang membuat dunia gaduh dan riuh. Di tahun 2023 ini, mulailah "perlakukan orang sebagaimana dia mau diperlakukan". Kemudian rasakan dunia akan lebih cerah dan hidup menjadi lebih ringan. 🌍 🎙 Ustadz Firanda Andirja, MA حفظه لله تعالى 📗 Kitābul Jāmi’ Bulughul Maram 📝 AlHāfizh Ibnu Hajar ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ~~~~~~~ بسم اللّه الرحمن الرحيم الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله Shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla, Kita masuk pada hadīts yang ke-20. وَعَنْ أَبِي صِرْمَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم -{ مَنْ ضَارَّ مُسْلِمًا ضَارَّهُ اَلله, وَمَنْ شَاقَّ مُسَلِّمًا شَقَّ اَللَّهُ عَلَيْهِ } أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَاَلتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ. Dari shahābat Abi Shirmah radhiyallāhu Ta’āla anhu beliau berkata, Rasūlullāh shallallāhu alayhi wa sallam bersabda “Barangsiapa yang memberi kemudharatan kepada seorang muslim, maka Allāh akan memberi kemudharatan kepadanya, barangsiapa yang merepotkan menyusahkan seorang muslim maka Allāh akan menyusahkan dia.” Hadīts riwayat Abū Dāwūd nomor 3635, At Tirmidzi nomor 1940 dan dihasankan oleh Imām At Tirmidzi. Makna dari hadīts ini tanpa diragukan lagi adalah makna yang benar apalagi ada hadīts-hadīts lain yang menguatkan semakna dengan hadīts ini. Contohnya seperti hadīts yang shahīh dalam Shahīh Muslim nomor 1828, Nabi pernah berdoa اَللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ أُمَّتِي شَيْئًا فَشَقَّ عَلَيْهِ فَاشْقُقْ عَلَيْهِ “Ya Allāh, barangsiapa yang mengurusi urusan umatku kemudian dia merepotkan umatku maka susahkanlah dia.” Hadīts ini menunjukan akan dua perkara penting dalam syari’at, yaitu ⑴ Kaedah yang sangat agung الجزاء مماثلا للعمل من جنسه في الخير والشر Bahwasanya balasan sesuai dengan jenis amalan dan ini berlaku dalam kebaikan maupun dalam keburukan. Dan inilah hikmah Allāh Subhānahu wa Ta’āla, Allāh memberikan balasan sesuai dengan apa yang dilakukan oleh seorang hamba. ⇒Barangsiapa melakulan amalan yang dicintai oleh Allāh, Allāh akan mencintainya, barangsiapa melakukan amalan yang dibenci oleh Allāh, Allah akan membencinya. ⇒Barangsiapa memudahkan seorang muslim maka Allāh akan mudahkan urusannya di dunia maupun diakhirat. ⇒Barangsiapa yang menghilangkan penderitaan seorang muslim maka Allāh akan menghilangkan penderitaannya di dunia dan juga di akhirat. ⇒Barangsiapa seorang hamba membantu seorang hamba untuk memenuhi kebutuhan saudaranya maka Allāh akan membantu untuk memenuhi kebutuhannya. Ini semua dalam kebaikan, sebaliknya dalam keburukan pun demikian. ⇒Barangsiapa memberi kemudharatan kepada seorang muslim maka Allāh akan memberikan kemudharatan kepada dia. ⇒Barangsiapa membuat makar, maka Allāh akan membuat makar kepada dia ⇒Barangsiapa membuat susah, menimbulkan kesulitan bagi saudaranya maka Allāh akan membuat dia susah juga. Ini berlaku dalam segala hal, jadi balasan sesuai dengan perbuatan, ini berlaku pada kebaikan maupun keburukan. ⑵ Kaedah yang sangat agung yang disebutkan para ulamā dengan istilah الضرر يزال Bahwasanya kemudharatan harus dihilangkan. Dan ini sesuai dengan hadīts yang lain, yang mashyur hadīts hasan, Rasūlullāh shallallāhu alayhi wa sallam bersabda لاضَرَرَ وَلاضِرَارَ Tidak boleh memberi kemudharatan sama sekali baik memberi kemudharatan kepada diri sendiri ataupun kepada orang lain. ⇒Intinya kemudharatan harus dihilangkan sama sekali. Kemudharatan di sini sama dengan hadīts yang sedang kita bahas, “Barangsiapa memberi kemudhatan kepada orang lain, maka Allāh akan memberi kemudharatan kepada dia.” Kemudharatan itu dalam dua bentuk → Bentuk pertama Menghalangi mashlahat yang seharusnya diterima oleh orang lain, kemaslahatan dia akhirnya tidak dia dapatkan. Berarti kita memberikan kemudharatan kepada dia. → Bentuk kedua Memberi kemudharatan secara langsung kepada dia, seperti mengganggunya, menyakitinya dan yang lainnya. Oleh karenanya hadīts ini umum مَنْ ضَارَّ مُسْلِمًا ضَارَّهُ Barangsiapa memberi kemudharatan kepada seorang muslim yang lain. Dan berlaku dalam segala hal. Apakah memberi kemudharatan yang berkaitan dengan hartanya, jiwanya tubuhnya, harga dirinya, anaknya, istrinya, orang tuanya semua kemudharatan tidak boleh kita berikan kepada orang lain, berkaitan dengan apapun dia. Banyak bentuk-bentuk muamalah transaksi-transaksi yang diharāmkan oleh Nabi shallallāhu alayhi wa sallam karena akan memberikan kemudharatan kepada orang lain. Seperti Rasūlullāh shallallāhu alayhi wa sallam melakukan ghisy penipuan dalam jual beli. Demikian juga an najasy jual beli tidak boleh juga seorang jual beli dengan menutupi aib-aib barang yang hendak dijual. Ini semua dilarang. Semua perkara yang bisa mendatangkan kemudharatan kepada saudara maka dilarang dalam syari’at berkaitan dengan hadīts ini. Demikian pula tatkala seseorang bersyarikat dengan saudaranya dalam jual beli menjadikan dia patner atau teman dalam jual beli maka tidak boleh dia memberi kemudharatan kepada patnernya dalam praktek jual beli. Demikian juga seorang tidak boleh mengganggu tetangganya baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Demikian juga tidak boleh seseorang memberi kemudharatan kepada orang yang memberi hutang kepada dia orang yang telah membantunya kemudian dia tunda-tunda pembayarannya padahal dia mampu untuk membayarnya. Ini semua kemudharatan, dan dilarang dalam syari’at, bahkan tidak boleh seseorang memberi wasiat yang memberi kemudharatan kepada ahli warisnya. Oleh karena itu, Allāh Subhānahu wa Ta’āla berfirman مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ “Bahwasanya harta waris itu dibagi setelah wasiat yang diwasiatkan setelah membayar hutang dengan syarat tidak boleh memberi kemudharatan.” QS An Nisā’ 12 Misalnya Seorang sebelum meninggal dia menulis wasiat, dia mengkhususkan sebagian harta kepada sebagian ahli warisnya lebih daripada yang lainnya, maka ini memberi kemudharatan kepada ahli waris yang lain. Ini memberi kemudharatan kepada ahlu waris yang lain karena dia khususkan sebagian harta kepada sebagian ahli waris, sementara yang lainnya tidak diberikan. Atau dia sengaja mengurangi harta warisan, atau dia memberi wasiat kepada selain ahli waris dalam rangka untuk memberi kemudharatan kepada ahli waris. Ini semua dilarang karena memberi kemudharatan. Demikian juga tidak boleh seorang suami memberi kemudharatan kepada istrinya dengan segala bentuk. Misalnya Dia menahan istrinya, istrinya tidak dia cerai sehingga istrinya sakit hati dan hidupnya terkatung-katung seakan-akan tidak memiliki suami. Atau istrinya sudah dia cerai kemudian menjelang selesai masa iddah kemudian suami tersebut kembali lagi rujuk lagi dengan niatnya bukan untuk mengembalikan kemaslahatan pernikahan, namun untuk menyakiti hati mantan istrinya dengan tujuan agar mantan istrinya tidak bisa menikah lagi dengan orang lain. Demikian juga jika seorang suami memiliki istri lebih dari satu kemudian dia lebih condong kepada salah satu istrinya, maka ini memberi kemudharatan kepada istri yang lain. Ini semua dilarang. Dan diantara kemudharatan yang sangat berat telah kita sebutkan di awal bahwasanya tidak boleh seorang memberi kemudharatan kepada muslim yang lain dalam segala hal, baik yang berkaitan dengan hartanya, jiwanya dan juga berkaitan dengan harga dirinya. Diantara kemudharatan yang sangat besar yang sangat mungkin seorang terlupakan yaitu menjatuhkan harga diri orang lain. Seorang tatkala mencuri harta orang lain dia tahu bahwa dia telah memberi kemudharatan kepada orang tersebut, atau dia pukul orang lain dan dia tahu dia memberi kemudharatan kepada orang tersebut. Tapi kalau dia menghībah, menjatuhkan atau mengungkap kejelekan orang dan dia merasa dia tidak memberi kemudharatan, padahal itu merupakan kemudharatan yang lebih besar daripada kemudharatan yang berkaitan dengan harta dan jiwa. Oleh karenanya sebagaimana seorang penyair pernah berkata جراحات السنان لها إلتئام ولا يلتام ما جرح اللسان Bahwasanya luka yang disebabkan sayatan pedang masih bisa diperbaiki bisa sembuh akan tetapi luka yang disebabkan oleh sayatan lisan maka susah untuk disembuhkan. Shahābat BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla. ⇒Jadi seluruh bentuk memberi kemudharatan kepada orang lain maka dilarang. Demikian juga Rasūlullāh shallallāhu alayhi wa sallam bersabda dalam hadīts ini وَمَنْ شَاقَّ مُسَلِّمًا شَقَّ الله عَلَيْهِ “Barangsiapa memberatkan seorang muslim maka dia akan diberi keberatan kesulitan juga oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla.” Terutama orang-orang yang bekerja di instansi pemerintah atau yang berkaitan dengan urusan orang banyak, hendaknya dia berusaha untuk bekerja dengan baik agar tidak merepotkan kaum muslimin. Urusan yang berkaitan dengan kenegaraan hendaknya dikerjakan dengan baik agar tidak merepotkan orang lain, tapi kalau dia sengaja merepotkan orang lain maka dia akan mendapatkan kerepotan dari Allāh di dunia maupun di akhirat. Wallāhu Ta’āla A’lam bish Shawwab. ________ Kita akan mendapatkan apapun yang kita berikan. Jika kita berbuat baik, maka orang akan berbuat baik kepada kita. Jika kita memberikan yang terbaik kepada orang lain, maka orang lain pun akan melakukan hal yang sama. Jadi jika ingin diperlakukan baik, maka perlakukanlah orang lain dengan baik pula. Berbuat baik kepada orang lain juga dapat menjadi jalan bagi kita menuju surga. Rasulullah bersabda “Barangsiapa yang ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke surga dan kematian mendatanginya dalam kondisi dia beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir, maka hendaklah dia bersikap kepada orang lain dengan sikap yang ingin dia dapatkan dari orang lain.” HR. Muslim no. 8442 Bagaimana cara kita memperlakukan orang lain dengan baik? 1. Ketika memberi, berikan yang terbaik Ada orang-orang yang hanya mau memberikan sesuatu yang tidak disukainya. Bahkan sampai ada lho orang yang menyumbangkan baju untuk korban bencana alam atau kebakaran bukan baju yang layak pakai. Ada yang sudah robek-robek, kusut, dan benar-benar lebih layak dijadikan keset atau kain pel. Padahal kalau diberikan sesuatu yang kualitasnya serupa juga pasti dia menolak. Di dalam Islam kita diajarkan untuk memberikan sesuatu kepada orang lain dengan kondisi yang baik, bahkan yang terbaik dari yang kita miliki. “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah di jalan allah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” QS. Al-Baqarah 267 2. Ketika membantu, bantu dengan pertolongan terbaik Saat orang lain di sekitar kita sedang membutuhkan bantuan, maka bantulah secara maskimal. Jangan setengah-setengah atau memperhitungkan untung-rugi. 3. Ketika berbicara, berkata-kata yang baik Salah satu akhlak seorang muslim yang baik adalah berbicara yangbaik atau diam. Nah sama juga, orang lain pasti akan lebih senang kepada orang yang berbicara dengan baik, bukan orang yang suka berkata kasar atau mencaci. Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam Riwayat Bukhori dan Muslim 4. Ketika dipercayakan amanah, tunaikan dengan baik Ketika ada saudara kita yang memberikan amanah atau minta tolong sesuatu kepada kita, maka laksanakanlah amanah itu dengan sebaik-baiknya. Kita juga tentunya ingin kan, ketika memberikan amanah kepada orang lain lantas orang tersebut melaksanakan amanah kita dengan sebaiknya? diberi rahasia, dijaga dengan baik Ketika sudah merasa dekat, biasanya orang akan percaya untuk menyampaikan hal-hal yang bersifat pribadi. Maka dari itu, jika kita adalah salah seorang yang diberikan kepercayaan oleh seseorang tentang sesuatu yang rahasia, maka simpanlah rahasia itu agar kelak orang lain juga menyimpan rahasia kita. Apalagi kalau itu sebuah aib. Selalu berbuat baiklah terhadap sesama, agar orang lain juga berbuat baik kepada kita. SH/RI

hadits perlakukan orang lain sebagaimana kamu ingin diperlakukan